Tambang Morowali | Berkah atau Petaka?
Kabupaten Morowali dikaruniai sumberdaya alam yang
relatif melimpah karena mempunyai kandungan sumberdaya tambang yang tersebar di
seluruh wilayah. Sumberdaya tambang tersebut bervariasi mulai dari bahan
tambang golongan C sampai golongan B, maupun golongan A. Khusus untuk bahan
tambang golongan C (Nickel) tersebar di beberapa kecamatan yaitu Petasia,
Bungku Tengah, Bungku Barat, Bungku Selatan, Bahodopi, dan Soyo Jaya, dengan
satuan formasi Tetambehu (Jtl).
Sebagai masyarakat yang mendiami Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali, khususnya yang ada di Kolonodale tentunya sangat bangga dengan kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh tanah leluhurnya dan lebih bangga lagi dengan hadirnya para investor asing maupun lokal yang mulai mengeksplorasi bahkan telah mengeksploitasi areal dimana terdapat kandungan sumberdaya tambang tersebut. Dengan adanya perusahaan pertambangan tersebut, tentunya juga ada harapan-harapan baru bagi masyarakat tentang bagaimana wajah Kolonodale akan berubah dengan pembangunan diberbagai sektor sebagai timbal balik dimana hal itu merupakan tanggung jawab sosial bagi perusahaan yang mengolah kekayaan alam disuatu daerah.
Dengan hadirnya perusahaan tambang tersebut sangat
besar harapan bahwa ini merupakan berkah yang akan menjadi bagian bagi
masyarakat Kolonodale. Namun, kebanggaan – kebanggaan bahkan harapan – harapan
bagi masyarakat Kolonodale sepertinya mulai hilang dengan melihat kenyataan
yang terjadi saat ini. Mulai timbul pertanyaan, apakah ini awal petaka yang
akan menjadi bagian bagi masyarakat Kolonodale?
Bagaimana tidak demikian? Kolonodale yang dulunya dikelilingi gunung dengan hutan lebatnya yang merupakan sumber air bagi masyarakat, saat ini mulai terkikis dan sebagian besar gunung-gunung tersebut “telanjang” dengan memperlihatkan tanah merahnya yang kaya dengan Nickel. Areal tambang diperlakukan mirip galian sirtu yang merupakan cara paling primitif dalam teknik penambangan. Permukaan tanah disingkap, bijih Nikel digali dan diangkut ke negara lain. Tak ada pembangunan pabrik Nikel, tak ada pengolahan menjadi Nikel. Hanya tanah batuan yang diangkut. Yang lebih memprihatinkan lagi, areal pertambangan ini sangat dekat dengan pemukiman penduduk.
Bagaimana tidak demikian? Kolonodale yang dulunya dikelilingi gunung dengan hutan lebatnya yang merupakan sumber air bagi masyarakat, saat ini mulai terkikis dan sebagian besar gunung-gunung tersebut “telanjang” dengan memperlihatkan tanah merahnya yang kaya dengan Nickel. Areal tambang diperlakukan mirip galian sirtu yang merupakan cara paling primitif dalam teknik penambangan. Permukaan tanah disingkap, bijih Nikel digali dan diangkut ke negara lain. Tak ada pembangunan pabrik Nikel, tak ada pengolahan menjadi Nikel. Hanya tanah batuan yang diangkut. Yang lebih memprihatinkan lagi, areal pertambangan ini sangat dekat dengan pemukiman penduduk.
Timbul pertanyaan….. apakah Perusahaan pertambangan
tersebut telah melalui proses yang benar dalam mengkaji Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) ? AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek
yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di
sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek Abiotik,
Biotik, dan Kultural. Masyarakat setempat merupakan pihak – pihak yang
terelibat dalam proses AMDAL, sehingga masyarakat pun dapat memberikan masukan
bahkan akan diberikan penjelasan mengenai dampak yang mungkin akan terjadi
ketika suatu proyek akan dilaksanakan. Apakah proses ini sudah berjalan
demikian?
Areal pertambangan yang sedang beroperasi di
Kolonodale saat ini berada pada Kawasan Resapan Air dan sangat dekat dengan
Pemukiman Penduduk. Dampak yang mulai terasa akibat dari penambangan Nickel
tersebut yaitu debu tanah merah yang setiap saat tertiup sampai ke pemukiman
penduduk, dan juga sumber mata air yang mengalir ke Lokasi Wisata Permandian
Jompi mulai berkurang, serta kebisingan yang ditimbulkan oleh alat-alat berat
yang bekerja siang dan malam. Apakah kondisi seperti ini tidak menjadi
perhatian khusus bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali bahkan para wakil –
wakil rakyat ? Apakah kondisi seperti ini akan terus terjadi bahkan ada petaka
yang lebih besar yang akan terjadi di Kota Kolonodale dan sekitarnya ?
Kabupaten Morowali adalah daerah yang sebagian besar wilayahnya memiliki curah hujan yang tinggi, struktur geologi yang dipengaruhi oleh dua sesar utama serta topografi dengan dominasi kemiringan curam maka wilayah ini memiliki pula kawasan-kawasan yang rawan bencana, khususnya bencana banjir, longsor maupun rawan gempa, dan sudah terbukti dengan kejadian beberapa waktu yang lalu, yaitu peristiwa tanah longsor di areal proyek perkebunan kelapa sawit di Dusun Bungini, Desa Bunta, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali.
Kabupaten Morowali adalah daerah yang sebagian besar wilayahnya memiliki curah hujan yang tinggi, struktur geologi yang dipengaruhi oleh dua sesar utama serta topografi dengan dominasi kemiringan curam maka wilayah ini memiliki pula kawasan-kawasan yang rawan bencana, khususnya bencana banjir, longsor maupun rawan gempa, dan sudah terbukti dengan kejadian beberapa waktu yang lalu, yaitu peristiwa tanah longsor di areal proyek perkebunan kelapa sawit di Dusun Bungini, Desa Bunta, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali.
Mudah-mudahan apa yang menjadi keprihatinan masyarakat
Kolonodale tidak akan pernah terjadi. Tetapi seandainya hal itu terjadi,
mungkin belum untuk saat ini, 1 tahun kedepan, 5 tahun kedepan, 10 tahun
kedepan, bahkan mungkin anak cucu kita yang akan mengalami dampak besar dari
kegiatan penambangan tersebut, maka terkutuklah mereka yang terlibat dalam
pengambilan keputusan untuk beroperasinya perusahaan pertambangan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar