Peranan Masyarakat dalam Suatu Usaha Pertambangan
6 01 2012
Membaca salah satu artikel pada website VOA (Wakil Menteri ESDM : Warga Sekitar Harus Dilibatkan dalam Industri Pertambangan)
Tertanggal 27 Desember 2011, saya langsung tertarik untuk menulis
postingan baru di blog saya. Dalam artikel itu, Wakil Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Widjajono Partowidagdo
mengatakan bahwa jika masyarakat tidak dilibatkan maka berpotensi muncul
gejolak seperti tragedi di Bima, NTB pada 24 Desember 2011 lalu, karena
masyarakat menolak izin eksplorasi tambang emas yang dikhawatirkan akan
merusak lingkungan. Ya, memang harus demikian!!! Masyarakat adalah
suatu bagian yang tidak terpisahkan dengan suatu kegiatan usaha yang
akan beroperasi di daerahnya sendiri.
Kegiatan usaha pertambangan adalah suatu
kegiatan besar yang berada ditengah masyarakat, dimana tentunya kegiatan
ini akan berinteraksi dengan masyarakat setempat dimana lokasi
pertambangan itu berada. Keterlibatan masyarakat sangat penting oleh
karena banyak aspek yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan
pertambangan, mulai dari pemerataan ekonomi hingga mempertimbangan
kelestarian lingkungan serta dampak yang mungkin akan dirasakan oleh
masyarakat.
Dalam artikel VOA, Wamen ESDM selanjutnya
mengatakan bahwa banyak cara yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat
maupun Daerah untuk mengadakan pendekatan persuasif kepada masyarkat,
misalnya merekrut masyarakat menjadi pegawai tambang, atau dilibatkan
sebagai sub kontraktor dan lain sebagainya, sehingga masyarakat juga
dengan sendirinya akan menjaga kelestarian lingkungannya. Hal itu benar
juga, dan kebanyakan Perusahaan Pertambangan yang beroperasi di
Indonesia saat ini telah menerapkan hal demikian.
Namun, satu hal yang sangat penting dan
ingin saya katakan dalam tulisan saya ini adalah bagaimana melibatkan
masyarakat setempat mulai dari awal perencanaan kegiatan pertambangan di
suatu daerah (sebelum kegiatan pertambangan itu berjalan), bukan
setelah diterbitkannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan telah
beroperasi. Jika ada perencanaan suatu proyek pertambangan atau kegiatan
usaha lainnya yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap
lingkungan hidup disekitarnya, maka pertama yang wajib dan harus
dilakukan adalah mengkaji AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Fungsi AMDAL adalah Membantu proses pengambilan keputusan tentang
kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan, memberi
masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha
dan/atau kegiatan, memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup, memberi informasi bagi masyarakat atas
dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
Sangat jelas dalam Peraturan Pemerintah
No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup,
dikatakan bahwa salah satu pihak yang terlibat dalam penyusunan AMDAL
adalah masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas
segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
Hal inilah yang sering menimbulkan
permasalahan dalam suatu kegiatan pertambangan. Pengkajian AMDAL tidak
sesuai dengan prosedur yang berlaku, masyarakat tidak pernah dilibatkan
dalam proses ini. Dan yang lebih parah lagi, Pemerintah Daerah tanpa
adanya pengawasan dari Pemerintah Pusat, dengan leluasa mengeluarkan
Izin Usaha Pertambangan yang tidak sesuai dengan prosedur yang diatur
dalam penyusunan AMDAL. Dan hal inilah yang terjadi di daerah saya
Kolonodale, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi
Tengah. Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali telah menerbitkan Izin
Usaha Pertambangan yang sekarang sedang beroperasi ditengah-tengah
permukiman penduduk, tanpa batasan jarak dengan rumah penduduk dan
lokasinya merupakan hutan resapan air untuk kebutuhan penduduk
setempat. Untuk lebih jelasnya dapat dibaca dalam tulisan saya
sebelumnya : Tambang Morowali | Berkah atau Petaka?
Saat ini, masyarakat Kolonodale,
Kabupaten Morowali, sedang berupaya dengan berbagai cara untuk
menghentikan kegiatan penambangan tersebut. Demo-demo masyarakat telah
beberapa kali dilakukan, dan saat ini sedang berupaya untuk menghimpun
seluruh elemen masyarkat mulai dari tokoh-tokoh Masyarakat, tokoh agama,
tokoh perempuan, tokoh pemuda, pemerhati lingkungan serta masyarakat
yang secara langsung merasakan dampak dari kegiatan pertambangan
tersebut.
Sejauh ini belum ada gerakan dari
Pemerintah setempat untuk mengantisipasi jauh-jauh sebelumnya tentang
permasalahan ini, bahkan janji Pemerintah untuk mempertemukan pihak
Perusahaan dengan masyarakat belum pernah terealisasi. Kegiatan
penambangan terus berlangsung siang dan malam. Dampaknya semakin banyak
dirasakan.
Pemerintah Daerah tenang – tenang saja,
mungkinkah mereka sangat “tenang” dengan fulus (duit) yang dibayarkan
perusahaan setiap bulannya atau setiap tahunnya sebagai “upeti” untuk
kantong sendiri tanpa adanya pembagian untuk pengembangan daerah itu
sendiri? Tidak sadarkah mereka dengan kejadian di beberapa daerah bahkan
di daerah Morowali sendiri (Kasus Tiaka) pada beberapa waktu lalu yang
telah menelan korban? Apakah Pemerintah akan menunggu sampai terjadinya
gejolak di tengah masyarakat? Apakah Pemerintah akan membayar nyawa
manusia jika nantinya terjadi seperti di Bima, NTT?
Semoga tulisan saya ini dapat dibaca oleh
mereka-mereka yang berkepentingan bahkan mereka-mereka yang terlibat
dalam pengambilan keputusan untuk beroperasinya perusahaan tambang di
Kolonodale, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar